T R A N S L A T E L A N G U A G E
Google Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch

Minggu, 23 Januari 2011

Impian seorang anak kampung

Pada sabtu  sore itu seperti biasa anak-anak kampung sedang ramai bermain sepakbola. “ Hei Andi ! sambut umpan ku”. Teriak Ulil. Dengan melewati beberapa pemain Andi berteriak ke penjaga gawang, “Hei Nasrul, tangkap tendangan ku jika kau merasa hebat”. Dengan wajah santai Nasrul meloncat dan menangkap nya. “ Hap ! cuman tendangan latihan”. Ucap Nasrul. Ekspresi kecewa terlihat jelas di raut wajah Andi . “Sudahlah jangan sedih”. Ulil mencoba menghibur. setelah itu mereka pun beristirahat di bawah pohon yang lumayan besar dan teduh. selang 15 menit anak-anak itu memulai pertandingannya kembali.
Pertandingan pun dimulai kembali meskipun terik matahari sangat panas sehingga membakar kulit anak-anak yang sudah menghitam itu. Di tengah pertandingan , “Hai kalian, menyingkir dari lapangan !” seru seorang anak dari kampung sebelah. Andi menjawab dengan nada lantang, “Apa-apaan ini, kami sudah main duluan disini.” Suasana pun memanas, sempat terjadi cekcok mulut antara anak-anak dari kedua kampung tersebut. Beberapa saat kemudian mereka pun memilih jalan keluar dengan saling beradu skill sepak bola dengan catatan pertandingan harus berjalan dengan fair play. Tetapi karena sebelum pertandingan tadi di mulai sempat terjadi cekcok atau adu mulut sehingga jalannya pertandingan cukup memanas dan di barengi emosi tinggi dan gengsi untuk saling mengalahkan.
          Di sore yang sangat amat panas itu mereka saling beradu skill antar team dan skill individunya masing-masing sudah mereka kerahkan,  tapi apa daya anak-anak kampung andi mengalami kekalahan yang sungguh menyakitkan. “Hai kalian, mungkin skill kalian hanya di bawah rata-rata kami, hahaha”. Seru anak-anak kampung sebelah itu sambil tertawa, lantas mereka pun meninggalkan lapangan itu dengan riang gembira. Di tengah lapangan Andi tertunduk lesu, dia hanya berdiam diri tanpa berkata-kata sepatah kata pun. Sebagai sahabat, Ulil merasa tak tega melihat sahabatnya bersedih meratapi kekalahan itu. “Andi, ayo kita pulang, hari sudah semakin gelap”. Maksud hati ingin menghibur, Ulil malah di bentak oleh Andi. “Ah sudahlah, aku tak peduli, pulang saja kamu sana sendiri”. Ulil pun hanya diam, dia memaklumi sikap keras kepala Andi, semenjak ibunya telah meninggal, andi menjadi orang yang keras kepala dan tidak mau di atur-atur .
          Waktu sudah mununjukkan pukul 17.45 WIB tapi Andi masih saja berdiam diri di lapangan. Ketika azan magrib berkumandang barulah dia bergegas pulang ke rumah. Andi pun sampai dirumah dengan hati dongkol, “Saya pulang !” Andi berkata dengan nada keras. Ayahnya berkata kepada Andi, “Andi, darimana saja kamu ? ini ada om Fandy jauh-jauh datang dari Prancis hanya untuk mencari kamu”. Setengah terkejut dan bola matanya melotot hampir saja lepas dari kelopak matanya, Andi pun berkata. “Bukankah om sekarang sudah tenar, sudah menjadi pesepak bola professional ?”. dengan senyum simpul om Fandy menjawab, “Aku kesini hanya untuk bertemu kamu Andi dan sekalian berlibur”. Jadilah mereka bercakap-cakap tentang career, dan pengalaman dari om Fandy tersebut.
Tak terasa waktu menunjukkan pukul 18.20 WIB. “Andi, sholat magrib dulu, waktunya mau habis , biarkan om Fandy beristirahat dan mandi”. ayahnya berkata. “Baik ayah”. Ujar Andi menjawab. Kemudian Andi pun bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat magrib .
          Seusai sholat Andi pun menuju ruang tengah dan melihat om nya sedang bersantai menonton film. Lalu Andi langsung menyapa om nya. “Om ayo kita sambung pembicaraan kita tadi”. “oke lah kalau begitu”. Om ny menjawab, jadilah pembicaraan mereka yang dipenuhi canda dan tawa mereka berdua, seolah-olah Andi pun sudah melupakan kajadian sore tadi di lapangan. Di sela pembicaraan Andi berkata pada om nya sambil setengah memohon. “Om tolong ajarkan aku cara bermain sepak bola, aku ingin menjadi seperti om yang sukses seperti sekarang ini”. Om fandy pun menjawab, “Baiklah kalo begitu, kalo itu mau mu”.  Andi pun gembira sekali karena om nya mau mengajarinya cara bermain sepakbola.
 Sepanjang malam mereka terus berbincang-bincang sambil bercanda ria. Waktu pun berlalu, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 22.15 WIB dan mereka pun menyudahi pembicaraannya untuk kemudian tidur.
          Ke esokkan harinya di minggu pagi yang cerah dan sejuk itu om Fandy terlihat sedang melakukan pemanasan dan jogging mengitari kampung tersebut. Waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB tetapi Andi masih saja terlelap tidur dikamarnya. Beberapa menit kemudian Andi terbangun dari tidurnya, setengah terkejut melihat jam dia berucap. “Aduh, ya ampun aku kesiangan”. Langsung saja dia bergegas mandi lalu sarapan. Kemudian ketika selesai sarapan dia buru-buru mengambil sepatu dan langsung berlari mencari om Fandy tanpa pamit pada ayahnya. Lalu, di pagi itu andi kebingungan mencari-cari om Fandy sampai-sampai dia mengitari kampung hanya untuk mencari om Fandy, tetapi tidak juga ketemu, lalu dia memutuskan untuk langsung pergi ke lapangan, barang kali om fandy sudah berada di lapangan. Ketika sampai ternyata benar, om Fandy sudah berada di lapangan dan sedang melakukan shot-shot ringan ke arah gawang.
          Andi pun berteriak. “ Om Fandy ! ajarkan aku bermain sepak bola seperti janji mu tadi malam”. Lalu om Fandy menjawab, “Baiklah, tapi pertama-tama kamu harus pemanasan dulu”. “Siap om”. Andi menjawab. Dengan semangat berapi-api Andi melakukan perintahnya, umur Andi sekarang sudah menapaki usia 14 tahun, dan memang kata orang-orang  masa-masa muda itu masa yang berapi-api, seperti yang pernah dikatakan oleh bang Haji Rhoma irama yang sering kali di dengar oleh Andi di radio-radio. “Om aku sudah selasai pemanasannya”. Ujar Andi sembari mendekati om Fandy. “Nah sekarang, tunjukkan apa yang kamu bisa, perlihatkan semua skill individu mu”. kata om Fandy. Tanpa banyak bicara Andi langsung mengambil beberapa bola dan om Fandy pun menyingkir ke tepi lapangan dan mengamatinya dari kejauhan.
 Tak terasa waktu sudah menujukkan pukul 07.50 WIB, di pinggir lapangan dengan tatapan sayu, seakan-akan itu ekspresi kekecewaannya terhadap Andi.  om Fandy mengamati semua skill yang di lakukan oleh keponakan nya itu, tapi justru, om Fandy hanya dapat bergeleng-geleng kepala, karena dia kecewa melihat semua apa yang di tunjukkan oleh ponakannya itu dengan susah payah, Andi yang melihat sikap om nya yang hanya dapat geleng-geleng kepala langsung tertunduk lesu, mungkin karena itu pertanda buruk untuknya, Andi pun perlahan mulai patah semangat, mungkin yang impian nya ingin menjadi seperti idolanya, seorang David beckham tidak akan tercapai. Om Fandy pun mendekati Andi sembari bertanya, “Kenapa wajah mu tertunduk lesu seperti itu Andi ?”. Andi hanya diam tanpa menjawab pertanyaan omnya. Kemudian om fandy mengambil beberapa bola dan menunjukkan beberapa tekhnik skill yang mengagumkan yang mungkin tidak semua orang dapat melakukannya. Melihat hal itu Andi tercengang dan kemudian bertanya, “Bagaimana cara melakukan tekhnik seperti itu om ? apa aku bisa menjadi seperti om yang mahir dalam memainkan si kulit bundar itu ?”. om Fandy tersenyum sembari berkata begini, Seorang bintang sepak bola akan melewatkan waktu latihan panjang hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun  hanya untuk permainan dua kali empat puluh lima menit, tidak hanya sepakbola, semuanya pun begitu, mereka semua lelah lebih banyak dibandingkan waktu yang dipergunakan untuk pertandingan sesungguhnya”. Andi masih saja tidak paham dengan nasehat yang di ucapkan om Fandy. Kemudian om Fandy bertanya pada Andi, “Apa kamu pernah mempunyai impian akan cita-citamu Andi?”. Andi lalu menjawab “tentu saja pernah, bahkan impianku sangat tinggi”. Om Fandy bertanya kembali, “Lantas, kenapa dengan impian mu itu ?”. raut wajah Andi pun berubah lesu kembali dan dia pun kembali diam tanpa berkata apa-apa.
Waktu sudah menujukkan pukul 09.12 WIB, perlahan panasnya sinar matahari mulai terasa di permukaan kulit, ketika itu suasana di lapangan dimana antara om Fandy dan ponakan nya si Andi sempat hening seketika, tidak lama kemudian Andi pun angkat bicara, dia pun bercerita pada omnya, “Dulu aku pernah diberikan tugas oleh guruku, dia kaya, berpendidikkan, dan mapan, suatu ketika kami sekelas diberikan tugas oleh guru tersebut dimana tugas itu harus menuliskan tentang apa impian kami ketika dewasa nanti, dan aku pun mempunyai impian besar ingin menjadi pesepakbola setenar David beckham, yang apa saja dapat dia beli dengan uang, bahkan pulau pun dapat dia beli. Namun ketika tugas itu dikumpulkan aku malah di berikan nilai 60 dan berikan catatan untuk bertemu dengan guru tersebut seusai jam pelajaran nanti dan menyuruhku untuk mengubah apa yang aku tulis tadi, seusai jam pelajaran aku pun bergegas menuju ruang guru dan tanpa mengubah satu huruf pun di lembar tugasku tadi karena itu adalah semua impianku yang tak mungkin ku rubah, ketika aku sampai di ruang guru dan bertemu dengan guru yang memang telah lama menungguku daritadi, baru saja aku menghampirinya, aku langsung di bentak karena mengerjakan tugas yang mustahil terjadi. Aku hanya diam sambil menundukkan kepala, dia bilang aku hanyalah seorang bocah miskin yang tak tau diri, yang bisanya cuman bermimpi. Aku sedih dan langsung berlari pulang, semenjak itu aku tak mau lagi bermimpi, karena aku sadar diri”.
Om Fandy yang mendengar cerita itu langsung berdiri sembari memegang bahu Andi dan berkata, Janganlah kamu berhenti bermimpi, karena jika kamu terus bermimpi suatu hari kamu pasti akan akan berkata begini, akhirnya mimpiku jadi kenyataan”. Andi pun mulai mencerna kata-kata dari om nya tersebut, perlahan semangatnya mulai tumbuh kembali. Kemudian Andi bertanya pada om nya tersebut, “Kalau begitu, bagaimana cara agar aku bisa menjadi seperti om ? dengan tekhnik dan skill tinggi ?”. dengan bijak om Fandy menjawab, “Andi, untuk mencapai keberhasilan itu di perlukan 1% ide dan 99% keringat agar dapat berhasil, dan jangan pernah berpikir untuk menjadi orang lain, karena menjadi diri sendiri lebih susah 10 kali lipat dibandingkan menjadi orang lain dengan 2 karakter dan prilaku yang berbeda. Satu lagi, tidak masalah berapa kali kamu gagal dalam mencoba sesuatu, yang jadi masalah adalah apakah kamu masih bisa terus bangkit dan terus mencoba setelah kamu gagal dan selalu gagal”. Andi termenung setelah mendengar nasehat dari omnya tersebut, beberapa saat kemudian Andi sadar bahwa kenapa dia tidak dapat berkembang, karena dia tidak mempunyai impian yang ingin dia capai, di karenakan perkataan gurunya yang seolah-olah merenggut impian itu dari dirinya. Andi berkata pada om nya, “Terimakasih om, karena om telah mengembalikan semua impian ku yang telah hilang lalu”. Om Fandy pun tersenyum gembira, melihat ponakannya kembali semangat dalam menjalani hidupnya ke depan.
Saat itu terasa begitu panas di lapangan itu, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Om Fandy pun mengajak Andi pulang, “Andi, ayo kita pulang, hari sudah begitu panas”. “Baik om, ayo kita pulang”. Andi menjawab. Sesampai dirumah mereka berdua pun kembali malakukan aktivitasnya masing-masing.
                             **********************
Beberapa bulan pun berlalu sejak kejadian di lapangan itu, yang mungkin sangatlah bersejarah bagi diri Andi. Slamet, ayahnya Andi, merasakan perubahan yang begitu besar pada diri Andi, entah apa tapi perubahan itu sangatlah terasa dan nyata, tapi sayangnya, ayah Andi tidak menyukai dia, jika sedang bermain bola, apalagi Andi pernah mengutarakan impiannya ingin menjadi seorang bintang sepakbola. Dia tidak suka karena menjadi pemain sepakbola tidak dapat menjamin keselamatannya jika terkena cedera parah.
Ketika itu om Fandy ingin berpamitan pulang, dia ingin kembali ke Prancis karena dia telah mendapat panggilan dari clubnya disana. Ketika itu Andi dan ayahnya sedang melepas kepergian omnya di depan rumah mereka, usai berpamitan om Fandy mengatakan sesuatu kepada Andi, Andi, ketika kamu mengalami kekalahan atau kegagalan janganlah kamu tertunduk lalu kemudian menyerah dan tidak ingin mencobanya kembali, karena sikap itu adalah sikap yang dimiliki para pecundang yang tidak ingin berusaha keras, padahal impian mereka sudah di depan mata”. Andi pun tersenyum, dan om Fandy pun langsung masuk ke dalam mobil jemputannya. Ketika mobil jalan perlahan, tanpa sadar Andi pun menitikkan air matanya, meskipun dia seorang lelaki bukan berarti dia tidak dapat menangis. Kini om Fandy telah pergi, meskipun begitu nasehat-nasehat darinya selalu tertanam pada diri Andi, Andi sangat senang dapat bertemu om Fandy, seseorang yang telah mengembalikan semangat dan semua impiannya.
                             *******************
Bertahun- tahun kemudian ketika Andi telah lulus SMA dan dengan nilai cukup memuaskan, Andi pun memutuskan untuk serius menekuni apa yang telah dia impikan, menjadi seorang bintang sepakbola, dia sangat giat berlatih, pagi sore pagi sore dia selalu berlatih, tapi hal itu justru membuat ayahnya semakin tidak menyukainya, ayahnya ingin Andi menjadi seorang sarjana, tapi Andi malah menolaknya, Andi tetap berpegang teguh pada impiannya itu.
Suatu hari terjadi adu mulut antara ayah dan anaknya. “Andi, ayah tidak suka jika kamu terus begini !”. ucap ayahnya, Andi lalu menjawab, “Sudahlah ini hidupku ayah, buat apa ayah mengatur-atur hidupku ini !”. ayahnya menjawab, “Ayah hanya ingin memberikan yang terbaik untuk mu Andi, ayah hanya ingin kamu menjadi seorang sarjana yang berpendidikan tinggi Andi”. “Tidak ! aku akan tetap mempertahankan semua impian ku ini, jika ayah tidak suka terserah, aku tidak peduli”. Jawab Andi. Andi memang sampai sekarang masih tetap keras kepala dan tidak suka di atur-atur seperti dulu. Kemudian ayahnya pun hilang kesabaran dan tanpa pikir panjang dia membentak Andi, “Kalau begitu pergi kamu dari rumah ini ! dan jangan pernah berpikir untuk kembali”. Andi pun menjawab, “Baiklah jika itu mau ayah, aku kan pergi dari rumah ini !”. ayahnya pun langsung terdiam seketika mendengar jawaban anak semata wayangnya tersebut. Andi pun langsung bergegas menyiapkan barang-barang serta celengannya dan kemudian pergi. kemudian Andi pun pergi mengadu nasib ke Jakarta dengan bermodal tekad kuat, semangat, dan impiannya yang setinggi langit.
Beberapa tahun kemudian Andi sudah merasakan hidup mandiri, sakitnya kenyataan, dan perihnya takdir hidup, tapi semuanya dia di laluinya dengan semangat dan terus tetap menyimpan semua impiannya dulu. Dan kemudian Andi sekarang sudah bermain untuk suatu club di Indonesia, dia cukup berhasil.
Hingga suatu ketika dia mendapat surat panggilan untuk memperkuat timnas Indonesia di kujuaraan piala dunia yang sangat bergengsi. Andi langsung sujud syukur dan berkata, “Alhamdulillah ya Allah, akhirnya mimpiku jadi kenyataan”. Ayahnya pun sudah mengetahui hal itu, dia bangga, dan sekarang dia tidak mempermasalahkan atas profesi anaknya. Beberapa tahun kemudian, Andi telah sukses besar,  dia pergi ke Inggris karena dia telah di kontrak untuk bermain di suatu club besar di negara itu itu. Di puncak careernya, Andi tidak lupa pada ayahnya, Andi pun mengirim pesan singkat pada ayahnya melalui surat, disitu dia menuliskan, Maafkan aku ayah, karena dulu aku telah melawan kehendak ayah, itu karena aku ingin membuktikan bahwa tidak salah jika kita ingin memiliki impian yang tinggi dan mempertahankan impian kita”. 
Semenjak itu Andi terus berkembang dan terus mendapat pujian, kesuksessan, trofi-trofi yang dia rengkuh atas hasil kerja kerasnya slama ini dan bahkan dia dapat melampaui puncak kesuksesan dari om Fandy, seseorang yang telah mengembalikan mimpinya dulu. Dan sekarang dia tahu bahwa inilah jati dirinya, disini, di lapangan hijau ini.

*************The End*************

Penulis : Rizky maulana akbar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sudah membaca artikel ini ?

Widget edited by Seby-Antoe.com
Top Bottom